Sejarah Singkat Kesenian Betawi

GambarData tahun 1986 terdapat tak kurang dari 579 sanggar atau organisasi kesenian Betawi dari berbagai jenis. Sanggar kesenian rebana kasidah memang paling dominan, diikuti gambang kromong dan lenong. Namun pembangunan kota yang tak terkendali, pada saatnya memberangus penduduk lokal. Tatanan kemasyarakatannya pun berantakan. Masyarakat Betawi berhamburan kesegala arah wilayah Botabek, seraya tak hirau dengan tatanan tradisi yang selama hidupnya dijadikan sandaran. Mulailah sanggar kesenian Betawi berguguran satu demi satu. Akhirnya pada medio 2000-an sanggar seni Betawi yang eksis dan terdaftar tak kurang dari 80-an grup. Saat ini, kondisi seni budaya Betawi terbagi dalam empat kelompok. Pertama kelompok punah, kedua kelompok mengkhawatirkan, ketiga kelompok bertahan dan keempat kelompok maju. Kelompok Punah, misalnya buleng, ubrug, tari uncul, sampyong, ujungan, wayang senggol, wayang sumedar. Kelompok mengkhawatirkan, seperti rancag, jantuk, blantek, rebana biang, pobin/lagu dalem, bengkong, dukun beranak, jampe dan pengobatan, sohibul hikayat, kuliner, kosa kata. Kelompok bertahan, antara lain sambrah, maen pukulan, lenong, topeng, ondel-ondel, tanjidor, wayang kulit, adat siklus hidup (nujubulan, pindah rumah, sunat). Kelompok maju, seperti tari, lawak, tata busana, kuliner. Secara umum masyarakat Betawi masih sangat mencintai keseniannya. Diberbagai kampung masih eksis kesenian yang segala dikelola oleh organisasi kesenian atau sanggar. Bahkan hasrat mendirikan organisasi kesenian kian masip seiring maraknya bermunculan ormas Betawi, pada tiap cabang mendirikan sanggar kesenian. Sanggar yang ada dapat pula diklasifikasikan sebagai, pertama sanggar tradisional yang dikelola secara tradisional dan turun menurun, belum memiliki AD/ART, tak melakukan latihan rutin, tak ada pembukuan, tak dapat melakukan peremajaan. Kedua sanggar modern merupakan sanggar yang dikelola dengan cara modern dan ketiga sanggar abal-abal, yakni sanggar pelengkap penderita yang didirikan oleh ormas Betawi. Dari data statistik Pemprov DKI Jakarta tahun 2000 oleh BPS bahwa jumlah penduduk Jakarta sebanyak 8.347.083 dengan komposisi penduduk menurut etnik sebagai berikut : Jawa (2.927.340), Betawi (2.301.587), Sunda/Priangan (1.271.531), Cina (460.002), Batak/Tapanuli (300.562), Minangkabau (264.639), Melayu (83.172), Melayu/Palembang (51.305), lainnya (664.569). Walaupun etnik Betawi hanya 22 persen dari seluruh penduduk Jakarta, namun Pemprov DKI Jakarta memiliki kewajiban melestarikan dan memanfaatkan seni budaya Betawi. Hal itu sesuai dengan UU No. 29 tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai ibukota NKRI. Selain itu di Bab V Pasal 26 Ayat 6 dikatan bahwa Pemprov DKI Jakarta melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada di daerah Prov DKI Jakarta. Atas dasar UU tersebut, harapan masyarakat Betawi sangatlah wajar. Apalagi konsepnya adalah menjadikan Jakarta sebagai kota budaya bertaraf internasional. (ziz)

(sumber : lembaga kebudayaan betawi)

Leave a comment